Kini
adalah zaman ketika puisi bisa ditemukan di mana-mana, sekaligus sulit
ditemukan di mana pun. Di era internet facebook, twiter, blog, dan sebagainya,
puisi bisa muncul dengan mudah di mana-mana. Di sana, orang bisa membaca karya
penyair yang diinginkan dengan dengan cepat tanpa harus datang ke perpustakaan
atau toko buku. Juga tanpa harus mengoleksi karyanya.
Ini
adalah zaman ketika penyair bisa mengumumkan puisi baik hanya kepada
orang-orang yang memang mereka inginkan, maupun bagi khalayak yang tak seluruhnya
bisa diapresiasi pembaca langsung dikemukakan pada penyairnya. Sajak dan
pembacanya tidak berjarak.
Ini
adalah zaman ketika puisi justru kerap sulit ditemukan. Di antara banjir puisi,
kerap orang sulit bertemu puisi. Ini memang sebuah paradoks. Banyak dan
mudahnya puisi muncul di depan kita membuat kita tenggelam di tengah
hingar-bingar puisi dan sulit bertemu secara pribadi dan intim dengan puisi.
Ini adalah
zaman ketika media untuk memunculkan puisi terbuka luas dan tersedia di
mana-mana. Di zaman semacam ini, apa perlunya media khusus dan terbatas untuk
puisi? Ketika tempat menjadi sedemikian terbuka, luas, dan tak terbatas, sebuah
kontradiksi muncul. Ia berjumpa dengan sebuah paradoks. Tempat terbuka, luas,
dan tak terbatas justru menghadirkan kebutuhan akan sebuah tempat tertentu,
intim, “terbatas”.
Saat kita
berada di sebuah mall yang luas tempat segala barang terpapar di depan kita,
kita justru memerlukan sebuah pojok, sebuah tempat terbatas dan intim untuk
sekedar minum kopi atau teh. Jurnal Sajak,
jurnal cetak bagi puisi, adalah sebuah tempat intim dan terbatas di tengah
keterbatasan dan keluasan dunia maya. Ia adalah sebuah pojok, sebuah kedai kopi
bagi pertemuan yang intim dan terbatas.
Jurnal Sajak dilahirkan untuk merayakan
keterbukaan bersastra di dunia maya sekaligus mengambil jarak dan membangun
ruang intim. Jika perpuisian di internet adalah sebuah mall. Jurnal Sajak adalah sebuah kedai kopi. Begitu
banyak bakat, begitu banyak antusiasme, begitu banyak kegairahan dalam menulis
puisi sebagaimana terlihat di dunia maya dalam berbagai bentuknya. Namun,
begitu sedikit ruang intim untuk saling menandai dan berpartisipasi. Maka, jika perpuisian
di internet menjadi penting karena ia tidak terbatas, Jurnal Sajak membatasi diri hanya dan hanya untuk sajak dan
persajakan.
Sajak
alias puisi menjadi satu-satunya yang terpenting dalam Jurnal Sajak. Nama penyair —senior atau junior, berpengalaman atau
baru coba-coba, profesional atau amatir— sama sekali tidak penting bagi kami. Satu-satunya
yang penting adalah mutu karya itu sendiri...
Dikutip dari Editorial, Jurnal Sajak Edisi 1.
cp: 0877 0203 3070
//http.jualanbukusenibudaya.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar